RAWA DISULAP JADI HUTAN JELUTUNG
Selasa, 21 Juli 2009 | 07:01 WITA
PELAIHARI, SELASA - Penanaman kayu jelutung (dyra costulata) oleh Dinas Kehutanan Tanahlaut mulai diikuti masyarakat secara mandiri. Pengembangan kayu khas Kalimantan itu bahkan diperluas.
Tahun depan, lebih seratus hektare lahan rawa dalam yang selama ini mangkrak atau menjadi lahan tidur, akan disulap menjadi hutan jelutung.
"Kegiatan itu menggunakan dana alokasi khusus (DAK) bidang kehutanan 2010. Luasan lahan rawa dalam yang kami usulkan untuk pengembangan jelutung 150 hektare," kata Kadishut Tala, H Aan Purnama, Senin (20/7).
Menurutnya, lokasinya tersebar di empat kecamatan, yaitu Batibati, Jorong, Panyipatan, dan Kurau. Lahan yang akan ditanami kayu jelutung seluruhnya adalah lahan rawa dalam yang berpuluh tahun silam hingga kini tak pernah disentuh petani.
Menurut data, empat kecamatan tersebut didominasi lahan rawa, terutama Kurau dan Batibati. Di Batibati misalnya, terdapat ribuan hektare lahan rawa (lebak) dalam yang tak pernah digarap petani lantaran tingginya genangan air mencapai 1,5 meter. Selain dalam, tingkat keasaman tanah sangat tinggi sehingga sulit dikembangkan untuk pertanian.
Selama dua tahun berturut-turut sejak empat tahun lalu, Dinas Pertanian Tala membuat demplot pertanian bekerja sama dengan Balai Pengembangan Tanaman Rawa Banjarbaru di lahan lebak dalam Batibati tersebut. Hasilnya bagus, tanaman padi tumbuh subur dan hasil panennya lumayan banyak. Namun cukup besar pula biaya yang dikeluarkan, terutama untuk menetralisasi tingginya keasaman tanah.
Beberapa petani selama dua tahun berturut-turut semula sempat mencoba membudidayakan tanaman padi dengan topangan saprodi dari Pemkab Tala. Namun mereka gagal lantaran kebanjiran. Sejak itu, hingga kini tak ada lagi petani yang berani mengembangkan tanaman padi.
Lahan rawa dalam yang sulit dikembangkan menjadi pertanian seperti itulah yang menurut Aan lebih baik dikembalikan fungsinya menjadi kawasan penyangga alam atau keseimbangan ekosistem melalui penanaman kayu khas rawa hutan tropis. Jenisnya antara lain, jelutung, meranti rawa (kapur naga), dan galam.
"Hutan rawa yang tumbuh pepohonan akan meningkatkan fungsi lahan dalam daya dukung dan penyangga kehidupan, mengatur tata air, dan bermanfaat ekonomis," ucap Aan.
Terjadinya genangan air (cukup dalam) di lahan rawa, jelas Aan, disebabkan hilangnya mesin pompa raksasa yakni pepohonan yang berfungsi menguapkan air ke udara melalui proses evaporasi.
Jelutung menjadi salah satu jenis kayu hutan tropis yang prospektif dikembangkan karena memiliki nilai ekonomis tinggi. Selain batang kayunya, getahnya juga menghasilkan uang karena bisa digunakan untuk hiasan khas daerah. Contohnya, ornamen kapal khas Kalteng yang telah cukup terkenal selama ini.
Pada umur 7-8 tahun kayu jelutung telah menghasilkan getah dan pada tahun 12 tahun telah bisa ditebang. Batang kayunya sangat diminati industri mebeler, korek api, dan kotak peti.
Jelutung Tala Punah
TIDAK cuma Kalteng yang kaya jelutung. Tala, dulu juga kaya kayu tersebut, yakni di Desa Pagatanbesar Kecamatan Takisung. Namun kini telah punah. Kendati masih ada, mencarinya lumayan sulit dan diperkirakan hanya tersisa ratusan pohon.
Itu sebabnya, Dishut Tala memilih Pagatanbesar sebagai tempat pertama pengembangan jelutung sejak tiga tahun lalu. Jelutung yang ditanam pada lahan demplot seluas 10 hektare itu, kini tumbuh subur. Sejak itu pula, masyarakat mulai mengikuti. Setidaknya ada beberapa warga di Kecamatan Jorong yang telah mengembangkan jelutung secara sawadaya seluas 15 hektare dan tumbuh bagus.
(roy)